Puisi: Kapankah Berujung Derita?
Generasi EMAS anak muda PAPUA maju terus. Banyak orang pintar tapi menjadi penulis itu terbatas. Banyak baca adalah syarat utama seorang penulis.
Kumpulan Puisi-Pusi
KAPANKAH BERUJUNG DERITA
Beribu jiwa hilang tiada nama,
Beribu jiwa hilang tiada bekas perjuangan,
Beribu jiwa hilang tiada jasa,
Tersisa hanya air mata.
Rakyatku dinaungi awan gelap,
Kehidupan penuh dengan ketakutan,
Sehingga mengungsi dihutan belantara,
Akhirnya jiwa melayang.
TNI/POLRI berlomba mengejar,
Mencari nama dan pangkat,
Apakah pantas menghakimi,
Ataukah mengayomi rakyat kecil.
Negara Indomi adalah negara demokrasi,
Namun sendiri tidak mengakui,
Bahwa benar - benar negara demokrasi,
Tercipata konflik adalah sendiri.
Rakyat yang haus akan kebenaran,
Bersuara atas haknya,
Namun diabaikan membalas dgn kekerasan, Hingga sesama manusia tiada berguna dimata penguasa tertinggi.
Papua sampai saat ini Rakyatku dibunuh,
Rakyatku disiksa, Rakyatku diperkosa, Dan lain lain. Sampai kapankah?
Akan berujung derita ini.
WAHAI PEJUANG
Wahai pejuang kebenaran,
Menuntut seadil-adilnya,
Yang berani memperjuangkan,
Dipublik nasional maupun Internasional.
Kau berdiri kokoh cangkram kebenaran,
Walaupun dunia mencoba dibendung,
Tak pernah rapuh dan jatuh,
Sebab kebenaran tetap kokoh walaupun dunia tidak mengakui.
Terus berjuang dan mempertahan,
Atas Hak - hak rakyatmu,
Untuk menentukan nasib sendiri,
Sampai akhir nyata kuasa Allah.
Bumi emas bersama kicauan burung emas, Bersama seluruh rakyat Papua,
Bersama alam leluhurmu,
Selalu dan selalu berdoa untukmu.
Selamat berjuang wahai pejuang,
Selamatkanlah alam leluhurmu dan rakyatmu,
Di PAPUA BARAT.
ALUNAN MERDU MAMA PAPUA
Oleh : Mama - Mama Papua : Anak yang ku lahirkan bukan untuk dibunuh, disiksa, ditodong, diculik, dan penganiayaan oleh sang kafir tetapi susah payah ku melahirkan untuk menjadi tuan dinegerinya. Bukan untuk dipaksakan terlebihi dahulu kepada Tuhan oleh sang kafir.
Oh... Anakku... Oh... Anakku,
jagalah dirimu sebelum waktumu tiba untuk menyatakan kuasa Allah sebab
Mama tak berdaya melihat engkau mati bagaikan seekor binatang.
MENTARI PAGI DI BUKIT EMAS
Mentari pagi dibukit emas,
Harum wangi bunga hutan,
Merdu kicauan burung emas,
Sungguh mempesona.
Sungguh mempesona,
Sungguh mempesona,
Cerita indah tentang kota emas.
Akankah terus bayang - bayang,
Oh diri ini sangat cemas,
Sungguh mengcemas.
Penderitaan menindas,
Hidup pun ditindas,
Kami hanya ingin bebas,
Menentukan nasib sendiri.
Kami ingin bebas,
Kami ingin bebas,
Ingin bebas,
Banyak korban diatas tanah ini.
Tuhan dengar jeritan kami,
Minta tolong membebaskan umatmu yang lemah ini,
Tenggelam dalam kegelapan dunia.
Mentari pagi dibukit emas,
Debu dan ombak pantai putih bersih,
Hutan terhampar luas permai,
Sungguh mempesona.
Kami ingin,
Ingin bebas
Kami selalu merindukan.
HERAN
Nurani manusia mati,
Tak ada rasa kasih,
Hanya tersisa amarah
Langkah manusia cacat
Tak ada cinta
Hanya ada benci
Lidah manusia sobek
Tak ada teriak
Hanya ada bungkam
Tangan manusia kaku
Tak berbuat benar
Hanya gemar basmi
Telinga manusia tuli
Tak dengar tragedi
Hanya ada insan
Mata manusia buta
Tak terawang benar
Hanya gemar lirik
Kaki manusia cedera
Tak langkah di jalan
Hanya bergemar berdiri di atas dosa
Saat ini ku menjadi bingung
Tak jelas orientasi hidup
Ku tak tahu kemana ku harus pergi
Kala ku jalan tol kepunahan
Ku menghitung detik dan menit
Kapan etnis melanesia berujung
Sejarah hidup di bumi ini.
Oleh : Generasi Muda Papua [JP Damoye]
Tidak ada komentar
Posting Komentar