Luntur Permainan Edukasi Lokal, Hilang Akal Sehat
Oleh: Yosea Douw
Jelatanp.com – Pendidkkan yang paling esensi adalah pendidikan non formal. Dimana masa kecil di didik melalui pengetahuan lokal berbelit logis.
Tradisi sejak dulu, anak maupun sampai remaja terpopuler dengan berbagai musiman games (permainan) di setip halaman kampung. Sejak itu, belum kontaminasi adanya games teknologi.
Yang tersedia hanya Games tradisional yang di maksuk seperti tipapoo/obaipoo (kelereng), akiubaigii ubagii (main jadian) tenei pada (senjata mainan), bagai/mapi wagidoo (memana batang pisang), boke mainaii (pasang jerat) dan masih banyak lagi yang penulis tidak menggagas.
Seketika hadirnya games teknologi seperti ludoking, zuma dan lainnya, permain lokal tidak meriakan lagi kemudian bobol iklar akal sehat.
Logika jenis games teknologi dan lokal membentuk karakter otak yaitu lantaran games tradisional (pengetahuan lokal turunan). Maka hasrat membuka sekolah muatan lokal.
Penulispun ikut apresiasi karena terdakwah dengan cara cara itu mudah terdidik menghadap situasi apapun.
Disana dimeja pertandingan kemampuan daya berpikir anak tersebut mulai nampak terasa untuk merangsang strategis mengadapi simulasi dinamika persaingan. Selain itu, secara sekoyong, terampil tajam akan mengadapi untuk stabilitas terkondisionalkal.
Akan tetapi kini mulai hilang ketersediaan dan pelatih bahkan sudah lupa terkubur dalam lamunan otoritas pemerintah maupun lembaga lembaga swasta otoritas. Sehingga asosiasi antar daerah ke daerah kian menghilang ditelang adopsi politik. Trakhirnya, tergadai harga diri dalam si jago politik sesat.
Oleh kerenanya, PEMKAB dalam hal dinas P&K membuka program pendidikan non formal yakni: Games games tradisional selain itu juga bahasa daerah, anyaman noken dan curture lainnya supaya melalui kreatifitas itu mulai corak berakal lokal, beranjak nasional.
Berbicara mengenai kemampuan kualitas aset daeirah, didikannya mulai sejak masa anak anak, sebab diabaikan generasi penerus tetap kalah dalam bersaing. Jadi persepsi ini musti di upayakan disetiap kampung kampung.
Seperti diungkap oleh Elias Wonda kepada Jubi, di Jayapura, Papua, Senin (20/10). “bahasa daerah lebih dulu diterapkan mulai Sekolah Dasar (SD) kelas 1, 2 dan 3 atau biasa disebut sekolah kecil. Kemudian kelas 4, 5, 6 hingga SMA akan berpola asrama”.
“Jadi kalau gurunya orang Sentani, berarti dia harus mengajar menggunakan bahasa daerah Sentani.Jadi kami akan mencari guru berdasarkan daerah masing-masing, ”kata Wonda.
Kebijaka Gubernur Papua dikajikan dalam kurikulum 2015. Terus sampai saat ini…? Ah ah kastinggal sudah. Susah kalau kita mau percaya kepada bos bos besar di papua.
Setiap halaman gereja serta halaman sekolah adalah mading tanpa jasa bagi anak anak pemilik alam. “Siapa yang peduli anak anak kecil, dialah yang punya harapan masa depan.
Penulis adalah: Mahasiswa Papua Peminak Games Lokal
Tidak ada komentar
Posting Komentar