Header Ads


Apakah Altar Gereja Katolik di Tanah Papua, hanya milik orang asing?


Oleh: Yosea Douw
JPN-Para pimpinan Gereja di Se-Tanah Papua mati misteri, sia-sia setara orang tak berstruktural religi. Tuhan tidak pernah memilahkan antara individu serta kelompok lain, bahkan tidak pernah berkata pula yang layak berdiri di altar hanya orang asing. Ternyata hari ini di Tanah Papua ada pro ambisius duduki jabatan dan kepentingan lain, sehingga pewarta firman mulai dihabiskan nyawa satu demi satu. “Itu jelas” masalah publik dari penguasa gelap agar menjadi tuan khayalan di Papua.
Kemudian apakah altar Gereja katolik di Tanah Papua milik orang asing saja?
Imam atau hamba Tuhan adalah orang yang benar-benar menyerahkan jiwa seutuh kepada sang leluhur, maka mereka mati dan hidup di tanganNya. tetapi bukan mereka (pastor-pastor) mati serupa peristiwa tahun-tahun belakangan ini.
Terlibat dalam pimpinan Gereja agar menjadi pembangkit kaum-kaum yang lemah di antara kaya. Dan moto hidupnya selain memimpin liturgi Ibadah yakni, berkotbha mewartakan kebenaran Firman Tuhan yang terjadi di sekitar (perumpamaan). Tetapi, perkataan hamba Tuhan tentang itu di mata pemangsa dianggap pro kebebasan. Hendaknya orang-orang (pembunuh) tersebut, memahami tentang tupoksi setiap organisasi yang ada.
Tokoh Gereja Katolik Dilanda Kematian Misterius
Kematian berturut-turut yang menimpa tanah Papua ini, lantaran peperangan besar terhadap tokoh-tokoh religi untuk mematikan umat sebagai orang beriman oleh elite tertentu.
Umat Tuhan di tanah Papua berduka secara beruntun atas peristiwa “kematian yang berawal dari jatuh tergelincir tiba-tiba di tempat, lalu meninggal dunia”. Kejadian seperti ini dirasakan oleh para tokoh gereja di Papua.
1). Pater Nato Gobay, jatuh tiba-tiba di kamar mandi lalu meninggal seusai pimpin misa dgn semangat 30 menit sebelumnya.
2). Pater Yulianus Bidau Mote, Jatuh pingsang tiba-tiba di Bandar Udara Wamena saat berangkat dari Jayapura ke Wamena untuk pergi memberikan seminar tentang politik dan kerawam kepada cendekiawan awam katolik. Lalu, sakit dan berobat dan meninggal di rumah sakit.
3) Pater Neles Kebadaby Tebay jatuh tiba-tiba di ruang kuliah di STFT “Fajar Timur” lalu sakit, berobat dan meninggal.
4) Mgr. John Philip Saklil jatuh terpeleset dan meningal tiba-tiba.
Keempat pemimpin gereja di Papua yang disebut di atas adalah beberapa kasus kematian dari kematian-kematian yang dialami orang Papua.
Bentuk kematian sangat tidak memanusiawi apalagi para imam, mati sia-sia begitu saja. Perawatan model ini aneh tapi nyata. Sampai tidak ada perawatan insentif sebagai orang kudus dan suci. Untuk itu, jelas perencanaan terkhusus. Pastor telah terdaftar sebagai warga Roma ketika menjadi imam, maka bisa berobat di wilayah Pasifik kelak.
Pondasi Gereja dan umat sudah dimatikan, tempat inpirasi orang mudah suda dimusnahkan, kemudian di mana beraduh iman bagi orang kristen jikalau kelak hirarki sudah runtuh maut. Hasrat kami terus mengaduh padamu Tuhan. Tunjukan jalan kebenaran bagi umatmu yang tersisa.
Kepada pastor yang tersisa agar berupaya merubah pola hidupnya, walaupun dikelimuti oleh aturan gereja. Pola kehidupan pastoral yang sudah dan sedang berjalan sangat kental aleman dan genggang amat gampang menutupi usianya.
Aksi pemusnahan kelam berturut-turut sampai kapan pun pasti akan terjadi, oleh kerena itu para pastor-pastor tersisa kembali teguh dalam norma budaya asal, karena hukum agama nasional tidak menjamin damai.
Semua elemen pribumi berduka urgen sepanjang hidup ini, kapan umat manusia menikmati kehidupan yang berbahagia.
Selamat berduka Tanah Papua dan Orang Papua!
Penulis adalah Seorang Mahasiswa Papua.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.