Noken Bukan Gerbang Mengaduh Politik Dalam Pesta Domokrasi
Oleh:
Yosea Douw
Opini-
Perkembangan politik pada negara indonesi sudah terlihat tinggi langit dan pengaruh
politik semakin lama semakin kontra nilai nilai budaya lokal yang ada. Dalam
iseng iseng politik dapat mengemukakan terburuk, ini menjadi sistematika
rahasia negara. Negara sudah tidak layak merawat SDM sementara negara hanya
merampas SDA milik orang pribumi. Hal tersebut terang terang masalah publik
yang diikat dengan sistem fanatik.
Kemunafikan
itu berlaku di indonisia hanya wilayah timur, terlebih khusus di Tanah Papua.
Negara sudah mengetahui kelemahan orang Papua dengan situasi yang mendesak atau
menarik dengan kelicikan mereka, yang membawah dalam malahpetaka masyarakat
sampai merusak budaya orang Papua.
Ragam asas ini sengaja di ciptakan oleh negara
untuk mematikan kurture (kebiasaan) kita sesuai tahun musiman berdasrkan
kebutuhan sesat seperti Dana bantuan desa, Baras raskin, judi dll. Tahun musiman
yang kian marak merusak di Tanah Papua serta masyarakat adalah melalui politik
pemilihan eksekutif dan legislatif pemerintah indonesia.
Melalui
pemilihan, pemerintah pusat bekerja keras untuk memusnakan warisan budaya orang
Papua, yang terlihat jelas didepan kacamata kita adalah masalah sistim memilih
hak yang sedang di namakan sistem Noken
oleh KPU PEMPROV Papua.
Seperti ketua KPU Papua Theodorus Kossay mengatakan,
sistem noken atau ikat sudah diatur dalam PKPU sehingga sah dilaksanakan dalam pemilu 2019.
"Pemungutan suara menggunakan sistem noken/ikat
hanya dapat dilakukan pada wilayah di kabupaten yang masih menggunakan sistem
noken/ikat secara terus-menerus sesuai dengan nilai adat, tradisi, budaya dan
kearifan lokal masyarakat," kata Kossay.
Apabilah masyarakat yang
berintrakst sistim Noken, maka gurunya adalah pihat penyelenggara pemelu.
Sedangkan pejabat berwenang diatas yang menyerangkan yakni orang tersebut tidak
pastas menjadi pegiat dalam pesta domokrasi. dan orang tersebut rujuk
pendidikan khusus!
KPU
dan jajarannya di nilai, tidak pantas menggunakan kata Noken. Karena Noken
bukan asuransi politik yang mempertaruh adukan dalam fenomena politik. Karena Noken
adalah warisan budaya orang Papua yang mengisi makanan atau tempat dimana kita
di baringkan sejak masa kecil, yang ketika masa besar bagaikan Roh pribadi yang
tak pantas diuraikan atau maafaatkan dalam peristiwa apapun. kecuali perta atau
upaca bernuansa budaya.
Disamping
itu, “Noken juga sebagai rumah berjalan untuk mengisi segala sesuatu” Pastor
Mik Tekege Pr.
Pra
aktor harus memahami lebih mendalam dan tidak pantas pakai nama Noken lagi
kerena ini sangat terancam budaya dalam momen politik. Apa hubungannya..? pada
hal ternampak jelas masyarakat memilih haknya sesuai kesepakan bersama kepala
kampung serta kepala suku, bukan di namakan Noken tetapi mufakat bersama. Pengetahuan
tekad ini yang meski di fonemkan.
Peraturan
mufakat ini terjadi ketika dimana masyarakat mempersatukan hak suara kepada bakal
pencalonan yang akan memilihnya. Hal ini perna singgung oleh penggali Noken
Titus Pekei saat kunjungi ke mama-mama Papua di manokwari Papua Barat 2018
lalu. “Saya kecewa dan apa kepentingannya orang menyebutkan nama Noken dalam
pemilihan pemihan ini, orang orang itu harus belajar banyak. Sehingga saat ini
pautkan Noken dalam situasi politik. Saya berharap mereka tidak boleh lagi di
gunakan nama Noken tetapi sistim MUFAKAT bersama antara masyarakat dan kepala
suku setempat.
Elit
elit politik perlu perhatikan dan harus di hargai pemerhati serta penggali
Noken (Titus Pekei) sudah berjuang keras memdaftarkan Noken dalam Sidang
Komite Antarpemerintah Sesi ke-7 untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda di
Paris, Noken ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda yang memerlukan
perlindungan mendesak pada 4 Desember 2012 di UNESCO.
Wamendikbud bersama Titus Pekei - Ketua Lembaga Ekologi Papua ( Foto:
Istimewa )
Titus
mengaku sangat gembira dengan keberhasilan perjuangan Noken yang mulai diteliti
untuk kebesaran bagi masyarakat Papua.
“Mama-mama Papua pengrajin Noken pasti bahagia pada hari ini,” ungkap Titus.
“Mama-mama Papua pengrajin Noken pasti bahagia pada hari ini,” ungkap Titus.
Pembahasan
diatas semoga pakar-pakar politik dapat memahami dan tidak memperizinkan
indentikkan Noken, kerena pandangan penggali dan anak Noken menilai hal
tersebut termasuk memusnai jatih diri orang Papua. Selain itu anak Noken dapat
memberi pandangan kepada oknum yang bodoh sampai disebut sebut sistem Noken
dalam berpolitik.
Orang
bisa hidup kerana budaya dan tanpa budaya kehidupan orang seperti layang layang
yang melayang di udara yang hanya di kendalikan oleh orang. Oleh sebab itu, Generasi
mudah orang Papua di ajak membekali atribut budaya yang ada agar tidak terpuna
hilang, hingga bisa melanjutkan generasi berikutnya.
Penulis
adalah salah seoarng anak pemerhati Noken yang tinggal di Tanah Papua.
Tidak ada komentar
Posting Komentar