Saling Melengkapi Sepanjang Jalan Hidup
Ada satu pemuda. Ia
adalah anak kampung. Rencananya besok paginya ia naik belakos (Hilux) menuju ke
kota. 50 Kilo meter dari kampung sampai ke kota. Pagi-pagi sekitar jam 06:30
WIT. Ia sarapan pagi. Ia mulai bersiap untuk berdiri tunggu di pingir jalan
raya depan kios. Suasana masih pagi awan-awan juga masih tertutup. Tapi ia
menghadap ke arah jalan raya. Tangannya isi dalam sak celana karena dingin. Ia
melihat serombongan lelaki dong berdiri disana. Sambil ia menuju kesana, sambil
ia menunggu belakos (Hilux) di terminal.
Ia sudah sampai
disana depan kios milik Gereja dalam lokasinya ketua dua. Ia melihat dalam kios
ada sekawan yang sudah kawin (Berkeluarga). Ia keluarkan leher lewat jendela
kawat. Ia salam mereka sambil senyum mereka berkata. Selamat Pagi. jawabnya “Ia
pagi juga kawan”. Saya tunggu belakos mau ke kota. “Kita juga tunggu belakos”.
Mereka bersama
bercerita tentang keadaan setempat. Ceritanya sangat menarik juga. Sayapun
senang didengar. Ia melihat kawanku pegang kawat ujungnya tajam seperti
seluruh. Ia ikat dengan ban dalam warna hitam supaya dia tetap kuat. Ia bilang
ini mencari ikan di danau Tigi. Ini masih belum nanti saya cari tombak yang
panjang satu lalu masukkan kedalam lobang tombak. Dari ujung tucuk kedalam lalu
ikatkan dengan karet ban dalam warna hitam.
Tidak lama kemudian,
teman saya datang dengan motor tinggi. Vixson baru warna merah nmr DSnya PA
3281 MG depan belakang. Ia kasih naik penumpang umurnya dibawah 3 tahun. Anak
itu ia terbiasa merokok dari kecil.
Ia berhenti motor
depan kios, ia memakai sepatu warna hitam, lalu ia bilang kawan tolong antar di
Gakokebo, dia bilang oke baik kawan tunggu disini saja antar ade saja.
Lalu mereka masih
lanjutkan bercerita, kawan ia kembali lagi, ia berhenti depan kita lagi lalu ia
naik, ia bilang kawan-kawan ia meminta permisi untuk jalan duluan. Kelakson
hanya dua kali saja, tong dua lansung gas motor dan jalan. Tinggalkan mereka
sendiri.
Ia kasih turung di
pertikaan Gakokebo Tigi Utara. Ia berdiri sambil tunggu mobil untuk turun ke
kota. Ongkosnya dia kasih 50 ribu rupiah. Trimakasih kawan nanti isi bensin.
Ia duduk diatas batu
pingiran jalan. Ia menunggu mobil tujuan ke kota selama 30 menit. Ia dengar
bunyi motor, ia melihat muka dng baik, ia kenal muka dong dua, benar ade dua
dari sekampung.
Dong dua bilang hei
kawan ko (kamu) bikin apa, kawan dua ia tunggu mobil tujuan ke kota, sekejap
mata mereka berdua berkata serentak mari kawan naik sudah, demikian ia naik
diatas motor bebek lalu duduk belakang tong tiga lansung berlapis mulai jalan
sekitar 20 kilo meter sampai ke kota.
Mareka tiga, sampai
di kota, ia turung ditengah lapangan sepak bola yang sekarang menjadi terminal
mobil samping pasar Wagete Deiyai Papua jam 08:30 WIT.
Bersambung...
(Tamat)
Karya:Yepuni Giyai
Nabire, rabu 14 November 2018
Tidak ada komentar
Posting Komentar